Minggu, 09 Desember 2012

MODUL  3
PERKEMBANGAN BAHASA ANAK


Kegiatan Belajar 1
Perkembangan Berbicara dan Menulis


I.              PERKEMBANGAN BERBICARA PADA ANAK TK

Komponen Berbicara
                   Ketika anak tumbuh dan berkembang, terjadi peningkatan baik dalam hal kuantitas maupun kualitas (keluwesan dan kerumitan) produk bahasanya. Secara bertahap kemampuan anak meningkat, bermula dari mengekspresikan suara saja, hingga mengekspresikannya dengan komunikasi. komunikasi anak yang bermula dengan menggunakan gerakan dan isyarat untuk mewujudkan keinginannya secara bertahap berkembang menjadi komunikasi melalui ujaran yang tepat dan jelas. Hal ini dapat terlihat sejak awal perkembangan dimana bayi mengeluarkan bunyi ”ocehan” yang kemudian berkembang menjadi sistem simbol bunyi yang bermakna. Tanpa diberikan suatu instruksi formal, anak mengetahui tentang fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik bahasa. Sekalipun terdapat perbedaan kecepatan dalam berbahasa pada anak, namun komponen-komponen dalam bahasa tidak berubah. Komponen tersebut terdiri dari fonologi, morfologi, sintaksis, semantic dan pragmatik (Bromley, 1992).          Perkembangan fonologi berkenaan dengan adanya pertumbuhan dan produksi sistem bunyi dalam bahasa. Bagian terkecil dari sistem bunyi tersebut dikenal dengan istilah fonem, yang dihasilkan sejak bayi lahir hingga usia satu tahun. Fonem vokal diekspresikan lebih dahulu oleh anak usia 4-6 bulan daripada fonem konsonan. Fonem seperti m dan a dikombinasikan oleh anak sehingga menjadi ma-ma-ma.
                 Perkembangan morfologi berkenaan dengan pertumbuhan dan produksi arti bahasa. Bagian terkecil dari arti bahasa tersebut dikenal dengan istilah morfem. Sebagai contoh anak yang masih kecil mengucapkan “mam” yang dapat berarti “saya ingin main bola”.
                 Sintaksis berkenaan dengan aturan bahasa yang meliputi keteraturan dan fungsi kata. Perkembangan sintaksis merupakan produksi kata-kata yang bermakna dan sesuai dengan aturan yang menghasilkan pemikiran dan kelimat yang utuh. Anak bereksperimen dengan sintaksis sejak 6 tahun pertama perkembangannya. Pada dua tahun pertama, anak tidak melibatkan kata sandang, kata sifat, maupun kata keterangan dalam mengkomunikasikan maksud maupun perasaannya. Dengan bertambahnya usia anak, seiring dengan perkembangannya dalam berbahasa, anak mulai melibatkan komponen fonologi maupun morfologi lebih banyak dalam mengucapkan kalimat tiga atau empat kata. Selanjutnya, ketika anak mulai menggunakan kalimat yang lebih panjang, anak juga menggunakan intonasi dalam menanyakan suatu informasi, dengan memberikan penekanan pada kalimatnya, seperti: “Ayam makan?”, “kakak sekolah? dan sebagainya.
                 Kemampuan anak terus berkembang ditandai dengan mulai tampaknya penggunaan kata tanya seperti “siapa”, “apa”, “mengapa”, “kemana” dan “bagaimana” hingga anak menguasai banyak hal tentang struktur sintaksis yang lebih kompleks pada usia menjelang 6 tahun.
Bowler and Linke (1996) memberikan gambaran tentang kemampuan bahasa anak usia 3-5 tahun. Menurut mereka pada usia 3 tahun anak menggunakan banyak kosakata dan kata tanya seperti apa dan siapa. Pada usia 4 tahun anak mulai bercakap-cakap, memberi nama, alamat, usia, dan mulai memahami waktu. Perkembangan bahasa anak semakin meningkat pada usia 5 tahun dimana anak sudah dapat berbicara lancar dengan menggunakan berbagai kosa kata baru.
              Semantik berkaitan dengan kemampuan anak membedakan berbagai arti kata. Perkembangan semantik terjadi dengan kecepatan yang lebih lambat dan lama dibandingkan perkembangan anak dalam memahami fonologi, morfologi, maupun sintaksis. Perkembangan semantik yang dinamis tidak terlepas dari adanya berbagai cara yang baru dan berbeda yang dipelajari dan digunakan oleh anak maupun orang dewasa. Perkembangan semantik bermula saat anak berusia 9-12 bulan, yaitu ketika anak menggunakan kata benda, kata kerja, dan seiring dengan perkembangannya anak menggunakan kata sifat maupun kata keterangan. Jenis kata yang sifatnya lebih abstrak seperti kata depan dan kata penghubung muncul kemudian. Menurut Harris & Sipay (dalam Bromley 1992), menjelang usia 5-6 tahun, anak dapat memahami sekitar 8000 kata, dan dalam satu tahun berikutnya kemampuan anak dapat mencapai 9000 kata.
       Pragmatik berkaitan dengan penggunaaan bahasa dalam mengekspresikan minat dan maksud seseorang untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Sejak anak masih berusia dini, dimana ia menggunakan hanya satu kata, anak sudah melibatkan komponen pragmatik agar keinginannya tercapai. Ada beragam aturan dalam menggunakan bahasa yang tepat di situasi sosial yang berbeda. Seseorang dapat dikatakan memiliki kompetensi berkomunikasi ketika ia telah memahami penggunaan bahasa tersebut sesuai dengan aturan yang berlaku. Dalam hal ini, anak membutuhkan bimbingan dari orang dewasa untuk membimbing mereka menggunakan kalimat yang tepat dalam menyampaikan maksud pada situasi tertentu.
                 Berbicara bukanlah sekedar pengucapan kata atau bunyi, tetapi merupakani suatu alat untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan, atau mengkomunikasikan pikiran, ide, maupun perasaan. Berbicara merupakan suatu keterampilan berbahasa yang berkembang dan dipengaruhi oleh ketrampilan menyimak. Berbicara dan menyimak adalah kegiatan komunikasi dua arah atau tatap muka yang dilakukan secara langsung. Kemampuan berbicara berkaitan dengan kosa kata yang diperoleh anak dari kegiatan menyimak dan membaca.

          Perkembangan  Kemampuan Berbicara
                 Berbicara merupakan suatu alat untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan, atau mengkomunikasikan pikiran ide maupun perasaan kepada orang lain secara lisan (Cox, 1999).
          Ada dua tipe perkembangan berbicara anak :
a.  Egosentric Speech, terjadi ketika anak berusia 2-3 tahun, dimana anak berbicara kepada dirinya sendiri (monolog). Perkembangan berbicara anak dalam hal ini sangat berperan dalam mengembangkan kemampuan berpikirnya.
b.   Socialized Speech, terjadi ketika anak berinteraksi dengan temannya ataupun lingkungannya. Hal ini berfungsi untuk mengembangkan kemampuan adaptasi social anak. Berkenaan dengan hal tersebut, terdapat 5 bentuk socialized speech yaitu
(1) saling tukar informasi untuk tujuan bersama ;
(2) penilaian terhadap ucapan atau tingkah laku orang lain;
(3) perintah, ancaman;
(4) pertanyaan, dan
(5) jawaban.
                 Tujuan berbicara adalah untuk memberitahukan, melaporkan, menghibur, membujuk, dan meyakinkan seseorang. Ada beberapa faktor yang dapat dijadikan ukuran kemampuan berbicara seseorang yang terdiri dari aspek kebahasaan dan non kebahasaan.
·      Aspek kebahasaan meliputi faktor-faktor sebagai berikut: (1) ketepatan ucapan; (2) penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai; (3) pilihan kata; (4) ketepatan sasaran pembicaraan.
·      Aspek non kebahasaan meliputi (1) sikap tubuh, pandangan, bahasa tubuh, dan mimik yang tepat; (2) kesediaan menghargai pembicaraan maupun gagasan orang lain; (3) kenyaringan suara dan kelancaran dalam berbicara; (4) relevansi, penalaran dan penguasaan terhadap topik tertentu.
          Hurlock mengemukakan dua kriteria untuk mengukur tingkat kemampuan berbicara anak, apakah anak berbicara secara benar atau hanya sekedar “membeo” sebagai berikut :
1)   Anak mengetahui arti kata yang digunakan dan mampu menghubungkannya dengan objek yang diwakilinya
2)   Anak mampu melafalkan kata-kata yang dapat dipahami orang lain dengan mudah
3)   Anak memahami kata-kata tersebut bukan karena telah sering mendengar atau menduga-duga.
                     Penelitian tentang kecakapan berbahasa terus berkembang berdasarkan hasil observasi para ahli tentang bahasa anak. Beberapa ahli sepakat bahwa anak memiliki kemampuan untuk menirukan bahasa orang tua yang dilakukan dengan dua cara yaitu secara spontan, dan melalui penugasan dari orang dewasa untuk meniru bahasa tersebut. Kemampuan anak untuk meniru secara spontan bahasa orang dewasa biasanya dengan mengulang kembali pernyataan yang diberikan dengan menggunakan tata bahasa anak sendiri secara bebas. Dengan demikian para peneliti dapat mengukur batasan kecakapan anak dalam memahami dan mengekspresikan kata-kata.   
                   Fraser, Beluggi dan Brown mengembangkan suatu alat tes, yaitu ICP (Imitation Comprehension Production Test). Dalam tes tersebut anak diberikan dua macam bentuk tata bahasa yang berlawanan seperti kalimat aktif dan kalimat pasif. Setelah itu anak diperlihatkan dua gambar sesuai dengan bentuk kalimat yang sebelumnya diberikan. Anak kemudian diminta untuk menunjukkan gambar yang tepat sesuai dengan kalimat yang diucapkan penguji. Pada akhir tes anak harus membuat kalimat sendiri berdasarkan gambar yang diberikan. Jawaban anak menunjukkan kecakapannya dalam memahami kalimat-kalimat tersebut (comprehension) dan membuat kalimat-kalimat sendiri (production).
                   Para ahli pada umumnya sepakat bahwa penelitian tentang bahasa meliputi perkembangan fonologis (penguasaan sistem suara / bunyi), perkembangan morfologis (penguasaan pembentukan kata), perkembangan sintaksis (penguasaan tata bahasa), perkembangan leksikal (penguasaan kosa kata serta pengetahuan tentang arti kata), dan perkembangan semantik (penguasaan arti bahasa).
                   Ada beberapa cara orang dewasa mengajarkan bahasa pada bayi sebagai berikut : motherese, recasting (menyusun ulang), echoing (menggemakan), expanding (memperluas), dan labeling (memberi nama).
          Motherese yaitu berbicara pada bayi dengan frekuensi dan hubungan yang lebih luas dan menggunakan kalimat yang sederhana. Recasting yaitu pengucapan makna suatu kalimat yang sama atau mirip dengan menggunakan cara yang berbeda misalnya dengan mengubahnya menjadi pertanyaan.
          Echoing adalah mengulangi apa yang dikatakan anak, khususnya ungkapan anak yang belum sempurna.
          Expanding ialah menyatakan ulang apa yang dikatakan anak dalam bahasa yang baik ditinjau dari segi linguistik.
          Labeling adalah mengidentifikasikan nama-nama benda.

       Vygotsky (1986) menjelaskan tiga tahap perkembangan bicara anak yang berhubungan erat dengan perkembangan berpikir anak yaitu tahap eksternal, egosentris, dan internal.
1.        Tahap eksternal terjadi ketika anak berbicara secara eksternal dimana sumber berpikir berasa dari luar diri anak. Sumber berpikir ini sebagian besar berasal dari orang dewasa yang memberikan pengarahan, informasi, dan melakukan tanya jawab dengan anak. Sebagai contoh orang dewasa bertanya: “Kamu sedang apa?” Anak menjawab : “sedang makan”. Orang dewasa tersebut lalu meneruskan pertanyaannya:” Mana sendoknya?”, dan seterusnya.
2.        Tahap kedua adalah egosentris dimana anak berbicara sesuai dengan jalan pikirannya dan pembicaraan orang dewasa bukan lagi menjadi persyaratan. Sebagai contoh : “Ini nasi, ini piring, ini sendok.”
3.        Tahap ketiga adalah tahap berbicara sesuai dengan jalan pikirannya dan pembicaraan orang dewasa bukan lagi menjadi persyaratan. Sebagai contoh ketika anak akan menggambar sebuah biskuit, anak menggunakan pemikirannya sendiri: “Apa yang akan saya gambar? Saya ingin menggambar biskuit coklat.”
                     Perkembangan bicara anak bertujuan untuk menghasilkan bunyi verbal. Kemampuan mendengar dan membuat bunyi-bunyi verbal merupakan hal pokok untuk menghasilkan bicara. Kemampuan berbicara anak akan berkembang melalui pengucapan suku kata yang berbeda-beda yang diucapkan secara jelas. Lebih jauh lagi kemampuan berbicara akan meningkat ketika anak dapat mengartikan kata-kata baru, menggabungkan kata-kata baru dan memberikan pernyataan dan pertanyaan.
                     Pada anak usia TK (4-6 tahun), kemampuan berbahasa yang paling umum dan efektif dilakukan adalah kemampuan berbicara. Hal ini selaras dengan karakteristik umum kemampuan bahasa anak pada usia tersebut. Karakteristik ini meliputi kemampuan anak untuk dapat berbicara dengan baik, melaksanakan tiga perintah lisan secara berurutan dengan benar, mendengarkan dan menceritakan kembali cerita sederhana dengan urutan yang mudah dipahami; menyebutkan nama, jenis kelamin dan umurnya; menggunakan kata sambung seperti : dan, karena, tetapi, menggunakan kata tanya seperti bagaimana, apa mengapa, kapan, membandingkan dua hal, memahami konsep timbal balik, menyusun kalimat, mengucapkan lebih dari tiga kalimat, dan mengenal tulisan sederhana.
                     Belajar berbicara dapat dilakukan anak dengan bantuan dari orang dewasa melalui percakapan. Dengan bercakap-cakap, anak akan menemukan pengalaman dan meningkatkan pengetahuannya dan mengembangkan bahasanya. Anak membutuhkan reinforcement (penguat), reward (hadiah, pujian), stimulasi, dan model atau contoh yang baik dari orang dewasa agar kemampuannya dalam berbahasa dapat berkembang secara maksimal. Anak yang memiliki hambatan bahasa juga dapat distimulasi untuk memahami bahasa yang sederhana. Dalam hal ini pendidik perlu lebih menekankan penggunaan penguat dibandingkan pengoreksian terhadap kata-kata yang mereka ucapkan. Pendidik juga perlu memahami adanya anak yang menggunakan dua macam bahasa. Pendidik juga perlu memahami adanya anak yang menggunakan dua macam bahasa. Dalam mempelajari bahasa kedua, kemungkinan anak membutuhkan waktu yang lebih lama dalam beradaptasi bahasa anak itu sendiri maupun teman-temannya yang berada dalam kelas yang sama.

          Latihan Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, silakan Anda mengerjakan latihan berikut ini !
           1) Jelaskan beberapa faktor yang dapat dijadikan ukuran kemampuan  berbicara, seseorang, baik dari aspek kebahasaan maupun non    kebahasaan !
          2)    Anak memiliki kemampuan untuk menirukan bahasa orang tua yang dilakukan dengan dua cara yaitu secara spontan, dan melalui penugasan dari orang dewasa untuk meniru bahasa tersebut. Jelaskan maksud pendapat tersebut!
          3) Fraser, Beluggi dan Brown mengembangkan suatu alat tes, kemampuan berbahasa anak yaitu ICP (Imitation Comprehension Production Test). Berikan gambaran singkat cara kerja tes ICP !

II.      PERKEMBANGAN MENULIS PADA ANAK TK
Pengertian
      Menulis merupakan slah satu media untuk berkomunikasi, dimana anak dapat menyampaikan makna, ide, pikiran dan perasaannya melalui untaian kata-kata yang bermakna. Menurut Poerwodarminto (1982), menulis memiliki batasan sebagai berikut : (1) membuat huruf, angka dan lainnya dengan pena, kapur dan sebagainya (2) Mengepresikan pikiran atau perasaan seperti mengarang, membuat surat, dan lainnya dengan tulisan. Senada dengan pertanyana tersebut Badudu (1982) mengemukakan bahwa menulis adalah menggunakan pena, potlot, ball ppoint di atas kertas, kain ataupun papan yang menghasilkan huruf, kata, maupun kalimat. Dengan demikian menulis bukanlah sekedar membuat huruf-huruf ataupun angka pada selembar kertas dengan menggunakan berbagai alternatif media, melainkan merupakan upaya untuk mengkspresikan perasaan dan pikiran yang ada pad diri individu.
   Dalam Webster New World Dictionary (1988) menulis diartikan sebagai suatu kegiatan membuat pola atau menuliskan kata-kata, huruf-huruf,. Ataupun simbul-simbul pada suatu permukaan dengan memotong, mengukir atau menandai dengan pena ataupun pensil.
Kegiatan menulis di TK harus memperhatikan kesiapan dan kematangan anak. Kegiatan tersebut dapat dilakukan jika perkembangan motorik halus anak telah matang dimana terlihat dari kemampuannya dalam memegang pensil. Pada awalnya anak hanya memegang pensil untuk mencoret-coret namun seiring perkembangannya anka akan mengkonsentrasikan jari-jarinya untuk menulis lebih baik. Ada dua kemampuan yang diperlukan anak untuk menulis yaitu kemampuan meniru bentuk, dan kemampuan menggerakkan alat tulis.
               Menurut Brewer, ada 4 tahapan dalam kemampuan menulis sebagai berikut :
1)   Scribble Stage, yaitu tahap mencoret atau membuat goresan. Pada tahap ini anak mulai membuat tanda-tanda dengan menggunakan alat tulis. Pada tahapa ini mereka mulai belajar tentang bahasa tulis dan cara mengerjakan tulisan tersebut.
2)   Liniear Repetitive Stage, yaitu tahap pengulangan linear. Pada tahap ini anak menelsusuri bentuk tulisan yang horizontal.
3)   Random Letter Stage, yaitu tahap menulis random. Pada tahap ini anak belajar tentang berbagai bentuk yang merupakan suatu tulisan dan mengulang berbagai kata ataupun kalimat.
4)   Letter Name Writing of Phonetic Writing, yaitu tahap menulis nama.      
     Pada tahap ini anak mulai menyusun dan menghubungkan antara tulisan  dan bunyinya. Anak mulai menulis nama dan bunyi secara bersamaan.
Morrow (1993) membagi kemampuan menulis anak menjadi 6 tahapan sebagai berikut :
a) Writing via Drawing, yaitu menulis dengan cara menggambar
b) Writing via Scribbling, yaitu menulis dengan cara menggores.     Anak seringkali mencoret dari arah kiri ke kanan seakana mencontoh tulisan orang dewasa.
c)  Writing via Making Letter – like forms, yaitu menulis dengan cara membuat bentuk seperti huruf. Anak tidak hanya membuat goresan, tetapi sudha melibatkan unsure kreasinya.
d)    Writing via Reproducing Well-Learned Unit or Letter Stings, yaitu menulis dengan cara menghasilkan huruf-huruf atau unit yang sudah baik. Anak menulis huruf-huruf dengan mencontoh misalnya mencoba menuliskan namanya.
e) Writing via Invented Spelling, yaitu menulis dengan mencoba mengeja satu persatu. Dalam tahap ini anak mencoba mengeja dengan cara coba-coba salah (trial and error).
f) Writing via Invented Spelling., yaitu menulis dengan mencoba mengeja satu persatu. Dalam tahap ini anak mencoba mengeja dengan cara coba salah (trial and error).
g) Writing via Conventional Spelling, yaitu menulis dengan cara mengeja langsung. Dalam tahap ini anak lebih dapat mengeja secara benar baik dari segi susunan maupun ejaannya.
Feldman (1991) memberikan batasan tentang tahapan kemampuan menulis pada anak sebagai berikut :
1)   Scrible on the Page, yaitu membuat gioresan pada kertas.   
      Dalam tahap ini anak membuat gambar ataupun huruf-huruf  yang terpisah.
2)  Copy Word, yaitu mencontoh huruf. Anak mulai tertarik untuk mencontoh huruf huruf seperti  
      dalam kata mama, papa dan sebagainya.
3)  Invented Spelling, yaitu belajar mengeja. Dalam tahap ini anak mulai menemukan cara mengeja dan menuliskan huruf sesuai dengan bunyinya.
       Tahapan kemampuan menulis di atas merupakan gambaran kemampuan menulis anak yang berawal dari tahapan yang sederhana sampai tahapan yang lebih tinggi. Munculnya kemampuan menulis ditandai dengan adanya ketertarikan anak pada kegiatan menulis yang bermula dari mencoret, mencoba menulis huruf, menulis namanya sendiri dan meniru kata atau tulisan.




Kegiatan Belajar 2
Perkembangan Membaca Dan Menyimak


I.       PERKEMBANGAN MEMBACA  PADA ANAK TK
          A.   Pengertian Membaca
     Membaca merupakan ketrampilan bahas tulis yang bersifat reseptif. Kemampuan membaca termasuk kegiatan yang kompleks dan melibatkan berbagai keterampilan. Jadi, kegiatan membaca merupakan suatu kesatuan kegiatan yang terpadu yang mencakup beberapa kegiatan seperti mengenali huruf dan kata-kata, menghubungkannya dengan bunyi, maknanya serta menarik kesimpulan mengenai maksud bacaan. Anderson dkk. (1985) memandang membaca sebagai suatu proses untuk memahami makna suatu tulisan. Proses yang dialami dalam membaca adalah berupa penyajian kembali dan penafsiran suatu kegiatan dimulai dari mengenali huruf, kata, ungkapan, frasa, kalimat, dan wacana serta menghubungkannya dengan bunyi dan maknanya. Bahkan lebih jauh dari itu dalam kegiatan membaca, pembaca menghubungkannya dengan maksud penulis berdasarkan pengalamannya.       Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan membaca terkait dengan (a) pengenalan huruf atau aksara, (b) bunyi dari huruf atau rangkaian huruf-huruf, dan (c) makna atau maksud, dan (d) pemahaman terhadap makna atau maksud berdasarkan konteks wacana.
       Adapun menurut Hari (1970:3) membaca merupakan interprestasi yang bemakna dari simbol verbal yang tertulis/tercetak. Membaca adalah tindakan menyesuaikan arti kata dengan simbol-simbol verbal yang tertulis/tercetak. Sejalan dengan itu Kridalaksana (1993:13) juga mengemukakan bahwa membaca adalah ”keterampilan mengenal dan memahami tulisan dalam bentuk urutan lambang-lambang grafis dan perubahannya menjadi wicara bermakna dalam bentuk pemahaman diam-diam atau pengujaran keras-keras”. Kegiatan membaca dapat bersuara, dapat pula tidak bersuara. Jadi, membaca pada hakikatnya adalah kegiatan fisik dan mental untuk menemukan makna dari tulisan.

B.       Tahapan Perkembangan Kemampuan Membaca TK
        Untuk mengajarkan kemampuan membaca pada anak TK, guru perlu mengetahui tahapan perkembangan kemampuan membaca pada anak. Menurut Cochrane Efal (dalam Nurbiana Dhieni, 2005 : 5.9), perkembangan dasar kemampuan membaca pada anak usia 4-6 tahun berlangsung dalam lima tahap yakni:
1.         Tahap Fantasi (Magical Stage)
Pada tahap ini anak mulai belajar menggunakan buku. Anak mulai berpikir bahwa buku itu penting dengan cara membolak-balik buku. Kadang anak juga suka membawa-bawa buku kesukaannya. Pada tahap ini orang tua hendaknya memberikan model atau contoh akan arti pentingnya membaca dengan cara membacakan sesuatu untuk anak, atau membicrakan tentang buku bersama anak.
2.         Tahap Pembetukan Konsep Diri (Self Concept Stage)
Anak memandang dirinya sebagai pembaca dan mulai melibatkan dirinya dalam kegiatan membaca, pura-pura membaca buku. Orang tua perlu memberikan rangsangan dengan jalan membacakan buku pada anak. Berikan akses pada anak untuk memperoleh buku-buku kesukaannya.
3.         Tahap Membaca Gambar (Bridging Reading Stage)
Anak menyadari cetakan yang tampak dan mulai dapat menemukan kata yang sudah dikenal. Orang tua perlu membacakan sesuatu kepada anak, menghadirkan berbagai kosa kata pada anak melalui lagu atau puisi. Dan berikan kesempatan membaca sesering mungkin.
4.         Tahap Pengenalan Bacaan (Take-off Reader Stage)
Anak mulai menggunakan tiga sistem isyarat (graphoponic, semantic dan syntactic) secara bersama-sama. Anak mulai tertarik pada bacaan dan mulai membaca tanda-tanda yang ada di lingkungan seperti membaca kardus susu, pasta gigi dan lain-lain. Pada tahap ini orang tua masih harus membacakan sesuatu pada anak. Namun jangan paksa anak untuk membaca huruf demi huruf dengan sempurna.
5.         Tahap Membaca Lancar (Independent Reader Stage)
Anak dapat membaca berbagai jenis buku secara bebas. Orang tua dan guru masih harus tetap membacakan buku pada anak. Tindakan tersebut dimaksudkan dapat mendorong anak untuk memperbaiki bacaannya. Bantu anak memilih bacaan yang sesuai.
        Huruf dan kata-kata merupakan suatu yang abstrak bagi anak-anak, sehingga untuk mengenalkannya guru harus membuatnya menjadi nyata dengan mengasosiasikan pada hal-hal yang mudah diingat oleh anak. Pertama kali mengenalkan huruf biasanya guru memusatkan hanya pada huruf awal suatu kata yang sudah di kenal anak. Dan agar tidak ada kesan pemaksaan “belajar membaca” pada anak maka harus dilakukan dengan menyenangkan.

II.      PERKEMBANGAN MENYIMAK PADA ANAK TK

                        Berbicara tentang keterampilan menyimak tidak dapat dipisahkan dari keterampilan bahasa yang lain, yaitu keterampilan berbicara, membaca, dan menulis. Keberhasilan seseorang dalam menyimak dapat diketahuai bagaimana penyimak memahami dan menyampaikan informasi secara lisan maupun tertulis. Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan menyimak cukup kompleks jika penyimak ingin menangkap makna yang sesungguhnya dari simakan yang mungkin tidak seutuhnya tersirat , sehingga penyimak harus berusaha mengungkapkan hal-hal yang tersirat itu.
                        Oleh karena itu, penyimak perlu memiliki pengetahuan yang memadai tentang hal-hal yang berhubungan dengan materi simakan, artinya ia harus sering berlatih menyimak. Dengan demikian, berhasil tidaknya keterampilan siswa menyimak tidak lepas dari upaya guru dalam meningkatkan proses pembelajarannya. Hal ini dapat dilihat dari kepentingan keterampilan menyimak terhadap keterampilan bahasa yang lainnya, yakni: (1) keterampilan menyimak merupakan dasar yang cukup penting untuk keterampilan berbicara. Ada yang berbicara harus ada yang menyimak atau sebaliknya, keduanya saling membutuhkan, (2) keterampilan menyimak juga merupakan dasar bagi keterampilan membaca atau menulis, petunjuk-petunjuk disampaikan melalui bahasa lisan . Ini berarti mereka harus menyimak, (3) keterbatasan penguasaan kosakata pada saat menyimak akan menghambat kelancaran membaca dan menulis.
                        Berikut ini diuraikan secara singkat hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembelajaran menyimak yaitu: (1) Ciri-ciri penyimak yang baik, (2) Jenis-jenis menyimak, (3) Tahap-tahap menyimak, (4) Faktor yang mempengaruhi menyimak (5) Kendala dalam menyimak, (6)Teknik pembelajaran menyimak, (7) Materi menyimak SMP menurut Kurikulum 2004, (8) Penilaian menyimak.
                        Keterampilan menyimak sebagai salah satu nahasa reseptif melibatkan berbagai  faktorsebagai berikut:
1)      Acuity, kesadaran akan adanya suara yang diterima oleh telinga. Mkisalnya kesadaran mendengar suara anak lain yang sedang bermain, bertengkar
2)      Auditory discrimination, kemampuan membedakan persamaan  dan perbedaan suara atau bunyi , misalnya suara hujan berbeda dengan suara mesin teik dll
3)      Auding, suatu proses di mana terdapat asosiasi antara arti dengan pesan yang diungkapkan.Proses ini melibatkan pemahaman terhadap isi  dan maksud kata-kata  yang diungkapkan. Misalnya, Gerakkan badanmu ke kiri dan ke kanan!
         Broomly mengatakan bahwa proses menyimak aktif terjadi ketika anak sebagai penyimak menggunakan auditory discrimination dan acuity dalam mengidentifikasi suara-suara dan berbagai kata,kemudian menterjemahkan nya menjadi kata yang bermakna melalui auding atau pemahaman. Menyimak aktif bukanlah sekedar menterjemahkan pesan pembicara, namun lebih dari itu yaitu kemampuan secara aktif mendengarkan, mengidentifikasi, dan mengasosiasikan arti dengan suara bahasa  yang disampaikan.
         Penyimak yang efektif  dapat memusatkan perhatiaan pada apa yang dikatakan oleh lawan bicaranya, memperhatikan bahasa tubuh, dan ekspresi wajah pembicara, dann memonitor kesesuaian apa yang di dengar dengan yang mereka pikirkan. Penyimak aktif, yaitu kemampuan memproses  informasi  yang dating dan berusaha mengkonstruksi arti suara tersebut.
         Bromley (1991) menjelaskan factor-faktor yang berpengaruh terhadap kemampuan menyimak yaitu: 1) Faktor penyimak, 2) Faktor situasi, 3) Faktor pembicara.
Bromley (1991) juga menjelaskan fungsi menyimak pada anak usia dini yaitu 1) memberikan kesempatan pata anak untuk mengapresiasi  dan menikmati  lingkungan sekitar. 2) Membantu anak memahami keinginan dan kebutuhan mereka. 3) Mengubah atau mengontrol perilaku atau sikap pembicara. 4) Membantu perkembangan kognitif anak. 5)  memberikan pengalaman anak untuk berinteraksi. 6) Membantu anak untuk mengekspresikan keunikan dirinya secara individu.






























1 komentar:

  1. pak, ini diambil dari modul ut metode penegmbangn bahasa ya. saya sedang mencari buku tersebut, namun belum ketemu, jika tulisan ini bpak ambil dari modul trsebut, alhamdulillah saya sangat terbantu sekali

    BalasHapus