Kamis, 15 November 2012


Kamis, 15 November 2012

Inspirasi Hari Ini

Inspirasi hari ini merupakan kolom yang berisi  kalimat inspiratif yang mampu memotivasi, membangun dan menggugah pembaca untuk melakukan perubahan terhadap cara pandang, cara berpikir, cara bertindak sesuai dengan hati nurani yang berakhlakul karimah. Semoga inspirasi hari  ini memberikan manfaat bagi pembaca.
*  Jangan pernah berharap sesuatu dalam membantu orang, karena sebenarnya Allah SWT yang akan     membantu kita
*  Tuhan telah memberi kita segalanya: keluarga,  kesehatan, dan rejeki. Satu pertanyaan:  Apa yang Anda lakukan untuk mensyukuri nikmat Tuhan tersebut?

Kamis, 15 November 2012

Inspirasi Hari Ini

Inspirasi hari ini merupakan kolom yang berisi  kalimat inspiratif yang mampu memotivasi, membangun dan menggugah pembaca untuk melakukan perubahan terhadap cara pandang, cara berpikir, cara bertindak sesuai dengan hati nurani yang berakhlakul karimah. Semoga inspirasi hari  ini memberikan manfaat bagi pembaca.
*  Jangan pernah berharap sesuatu dalam membantu orang, karena sebenarnya Allah SWT yang akan     membantu kita
*  Tuhan telah memberi kita segalanya: keluarga,  kesehatan, dan rejeki. Satu pertanyaan:  Apa yang Anda lakukan untuk mensyukuri nikmat Tuhan tersebut?

Inspirasi Hari Ini

Inspirasi hari ini merupakan kolom yang berisi  kalimat inspiratif yang mampu memotivasi, membangun dan menggugah pembaca untuk melakukan perubahan terhadap cara pandang, cara berpikir, cara bertindak sesuai dengan hati nurani yang berakhlakul karimah. Semoga inspirasi hari  ini memberikan manfaat bagi pembaca.
*  Jangan pernah berharap sesuatu dalam membantu orang, karena sebenarnya Allah SWT yang akan     membantu kita
*  Tuhan telah memberi kita segalanya: keluarga,  kesehatan, dan rejeki. Satu pertanyaan:  Apa yang Anda lakukan untuk mensyukuri nikmat Tuhan tersebut?

Rabu, 14 November 2012

Prosedur, Strategi dan Rancangan Manajemen Kelas

Oleh:
Mahendro Sukono

(Disajikan sebagai bahan kuliah di Program Study S1 PGSD Unirow Tuban)

A.      Pengertian Prosedur, Strategi dan Rancangan MK
1. Pengertian Prosedur        Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (1996:1092), prosedur adalah cara mengerjakan     suatu pekerjaan menurut tingkat-tingkatnya. Prosedur pada dasarnya adalah suatu susunan yang teratur dari kegiatan yang berhubungan satu sama lainnya dan prosedur-prosedur yang berkaitan melaksanakan dan memudahkan kegiatan utama dari suatu organisasi.       Sedangkan pengertian prosedur menurut Ismail Masya (1994 : 74) mengatakan bahwa “prosedur adalah suatu rangkaian tugas-tugas yang saling berhubungan yang merupakan urutan-urutan menurut waktu dan tata cara tertentu untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang dilaksanakan berulang-ulang”.
Dapat disimpulkan yang dimaksud dengan prosedur adalah suatu tata cara kerja atau kegiatan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan urutan waktu dan memiliki pola kerja yang tetap yang telah ditentukan.
2. Pengertian Rancangan        Rancangan, di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (1996:1129) berasal dari kata rancang yang artinya membuat gambar bentuk bangunan secara kasar (hanya garis-garis besarnya); menyusun kerangka karangan (dalam pikiran, dengan catatan kasar bagian-bagiannya); menyusun dalam pikiran tentang rencana pekerjaan yang akan dilaksanakan. Rancangan berarti apa yang dirancang. Rancangan dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang disusun secara sistematis berdasarkan pemikiran yang rasional untuk mencapai tujuan tertentu.
3. Pengertian Strategi        Kata “strategi” adalah turunan dari kata dalam bahasa Yunani, stratÄ“gos. Adapun stratÄ“gos dapat diterjemahkan sebagai ‘komandan militer’ pada zaman demokrasi Athena. Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (1996:1357) strategi adalah ilmu siasat perang; siasat, akal, tipu muslihat yang digunakan untuk mencapai suatu maksud. Sedangkan di dalam Wikipedia, strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu.
4. Pengertian Manajemen Kelas        Manajemen  merupakan terjemahan dari kata “management” asal kata dari Bahasa Inggris yang diindonesiakan menjadi “manajemen” atau menejemen atau pengelolaan. Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (1996:650), disebutkan bahwa pengelolaan berarti pengurusan, penyelenggaraan, manajemen. Dilihat dari asal kata “manajemen” dapat disimpulkan bahwa pengelolaan adalah penyelenggaraan atau pengurusan agar sesuatu yang dikelola dapat berjalan dengan lancar, efektif dan efisien.
Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (1996:644), kelas artinya pangkat, tingkat; ruang ; golongan, kalangan. Kelas dalam arti sempit yaitu ruangan yang dibatasi oleh empat dinding tempat sejumlah siswa berkumpul untuk mengikuti proses pembelajaran. Kelas dalam arti luas adalah suatu masyarakat kecil yang merupakan bagian dari masyarakat sekolah yang sebagai kesatuan diorganisir menjadi unit kerja secara dinamis menyelenggarakan kegiatan-kegiatan belajar-mengajar yang kreatif untuk mencapai suatu tujuan.
Dari uraian di atas, maka yang dimaksud dengan manajemen  kelas adalah suatu usaha yang dilakukan oleh penanggung jawab kegiatan pembelajaran dengan maksud agar tercapai kondisi optimal sehingga dapat terlaksana kegiatan belajar sebagaimana yang diharapkan. Atau pengelolaan kelas adalah suatu keterampilan untuk bertindak dari seorang guru berdasarkan atas sifat-sifat kelas dengan tujuan menciptakan situasi pembelajaran ke arah yang lebih baik.

B.      Pentingnya Prosedur, Rancangan dan Strategi Manajemen  Kelas
         Guru perlu mengetahui dan mengenal masalah manajemen/pengelolaan kelas. Hal ini merupakan dasar yang diperlukan untuk menyusun rancangan prosedur pengelolaan kelas lebih rinci. Dengan penyusunan rancangan prosedur ini berarti guru menentukan serangkaian kegiatan tentang langkah-langkah pengelolaan kelas yang disusun secara sistematis berdasarkan pemikiran yang rasional guna menciptakan kondisi lingkungan yang memberi kemudahan bagi siswa untuk melakukan kegiatan belajar. Pengelolaan kelas yang dilakukan oleh guru kelas akan efektif apabila guru kelas tersebut mampu menguasai strategi pengelolaan kelasnya.
1.   Prosedur Manajemen Kelas
     Prosedur pengelolaan kelas merupakan serangkaian langkah kegiatan pengelolaan kelas yang dilakukan agar tercipta kondisi kelas yang optimal serta mempertahankan kondisi optimal tersebut supaya proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Kegiatan-kegiatan mengelola kelas mengacu kepada tindakan pencegahan (preventif) dan tindakan penyembuhan (kuratif).
Upaya untuk menciptakan dan mempertahankan suasana yang diliputi oleh motivasi siswa yang tinggi, dapat dilakukan secara preventif maupun kuratif. Perbedaan kedua jenis pengelolaan kelas tersebut, akan berpengaruh terhadap perbedaan langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh seorang guru dalam menerapkan kedua jenis Manajemen Kelas tersebut.
Dikatakan secara preventif apabila upaya yang dilakukan atas dasar inisiatif guru untuk menciptakan suatu kondisi dari kondisi interaksi biasa menjadi interaksi pendidikan dengan jalan menciptakan kondisi baru yang menguntungkan bagi Proses Belajar Mengajar. Sedangkan yang dimaksud dengan Manajemen Kelas secara kuratif adalah yang dilaksanakan karena terjadi penyimpangan pada tingkah laku siswa, sehingga mengganggu jalannya Proses Belajar Mengajar.
a.   Prosedur Manajemen Kelas yang bersifat Preventif meliputi :
1)   Peningkatan Kesadaran Pendidik Sebagai Guru
Suatu langkah yang mendasar dalam strategi Manajemen Kelas yang bersifat preventif adalah meningkatkan kesadaran diri pendidik sebagai guru. Dalam kedudukannya sebagai guru, seorang pendidik harus sadar bahwa dirinya memiliki rasa “handharbeni“ (memiliki dengan penuh keyakinan) dan bertanggung-jawab terhadap proses pendidikan. Ia yakin bahwa apapun corak proses pendidikan yang akan terjadi terhadap siswa, semuanya akan menjadi tanggung-jawab guru sepenuhnya.
Sebagai seorang guru, pendidik berkewajiban mengubah pergaulannya dengan siswa sehingga pergaulan itu tidak hanya berupa interaksi biasa, tetapi merupakan interaksi pendidikan. Agar interaksi tersebut bersifat sebagai interaksi pendidikan, maka seorang guru harus dapat mewujudkan suasana kondusif yang mengundang siswa untuk ikut berperan serta dalam proses pendidikan.

2)    Peningkatan Kesadaran Siswa
Apabila kesadaran diri pendidik sebagai seorang guru sudah ditingkatkan, langkah selanjutnya adalah berusaha meningkatkan kesadaran siswa akan kedudukan dirinya dalam proses pendidikan. Kesadaran akan hak dan kewajibannya dalam proses pendidikan ini baru akan diperoleh secara menyeluruh dan seimbang jika siswa itu menyadari akan kebutuhannya dalam proses pendidikan. Adakalanya siswa tidak dapat menahan diri untuk melakukan tindakan yang menyimpang, karena ia tidak sadar bahwa ia membutuhkan sesuatu dari proses pendidikan itu.
Upaya penyadaran ini menjadi tanggung-jawab setiap guru, karena dengan kesadaran siswa yang tinggi akan peranannya sebagai anggota masyarakat sekolah, akan menimbulkan suasana yang mendukung untuk melakukan Proses Belajar Mengajar.
3)    Penampilan Sikap Guru
Penampilan sikap guru diwujudkan dalam interaksinya dengan siswa yang disajikan dengan sikap tulus dan hangat. Yang dimaksud dengan sikap tulus adalah sikap seorang guru dalam menghadapi siswa secara berterus-terang tanpa pura-pura, tetapi diikuti dengan rasa ikhlas dalam setiap tindakannya demi kepentingan perkembangan dan pertumbuhan siswa sebagai si terdidik. Sedangkan yang dimaksud dengan hangat adalah keadaan pergaulan guru kepada siswa dalam Proses Belajar Mengajar yang menunjukkan suasana keakraban dan keterbukaan dalam batas peran dan kedudukannya masing-masing sebagai anggota masyarakat sekolah.
Dengan sikap yang tulus dan hangat dari guru, diharapkan proses interaksi dan komunikasinya berjalan wajar, sehingga mengarah kepada suatu penciptaan suasana yang mendukung untuk kegiatan pendidikan.
4)    Pengenalan Terhadap Tingkah Laku Siswa
Tingkah laku siswa yang harus dikenal adalah tingkah laku baik yang mendukung maupun yang dapat mencemarkan suasana yang diperlukan untuk terjadinya proses pendidikan. Tingkah laku tersebut bisa bersifat perseorangan maupun kelompok. Identifikasi akan variasi tingkah laku siswa itu diperlukan bagi guru untuk menetapkan pola atau pendekatan Manajemen Kelas yang akan diterapkan dalam situasi kelas tertentu.
5)   Penemuan Alternatif Manajemen Kelas
       Agar pemilihan alternatif tindakan Manajemen Kelas dapat sesuai dengan situasi yang dihadapinya, maka perlu kiranya pendidik mengenal berbagai pendekatan yang dapat digunakan dalam Manajemen Kelas. Dengan berpegang pada pendekatan yang sesuai, diharapkan arah Manajemen Kelas yang diharapkan akan tercapai.
Selain itu, pengalaman guru yang selama ini dilakukan dalam mengelola kelas waktu mengajar, baik yang dilakukan secara sadar maupun tidak sadar perlu pula dijadikan sebagai referensi yang cukup berharga dalam melakukan Manajemen Kelas.
6)   Pembuatan Kontrak Sosial
Kontrak sosial pada hakekatnya berupa norma yang dituangkan dalam bentuk peraturan atau tata tertib kelas baik tetulis maupun tidak tertulis, yang berfungsi sebagai standar tingkah laku bagi siswa sebagai individu maupun sebagai kelompok. Kontrak sosial yang baik adalah yang benar-benar dihayati dan dipatuhi sehingga meminimalkan terjadinya pelanggaran.
Dengan kata lain, kontrak sosial yang digunakan untuk upaya Manajemen Kelas, hendaknya disusun oleh siswa sendiri dengan pengarahan dan bimbingan dari pendidik.

b.
          Prosedur Manajemen Kelas yang bersifat Kuratif meliputi :
          1)       Identifikasi Masalah
Pertama-tama guru melakukan identifikasi masalah dengan jalan berusaha memahami dan menyidik penyimpangan tingkah laku siswa yang dapat mengganggu kelancaran proses pendidikan didalam kelas, dalam arti apakah termasuk tingkah laku yang berdampak negatif secara luas atau tidak, ataukah hanya sekedar masalah perseorangan atau kelompok, ataukah bersifat sesaat saja ataukah sering dilakukan maupun hanya sekedar kebiasaan siswa.
2)            Analisis Masalah
Dengan hasil penyidikan yang mendalam, seorang guru dapat melanjutkan langkah ini yaitu dengan berusaha mengetahui latar belakang serta sebab-musabbab timbulnya tingkah laku siswa yang menyimpang tersebut. Dengan demikian, akan dapat ditemukan sumber masalah yang sebenarnya.
3)            Penetapan Alternatif Pemecahan
Untuk dapat memperoleh alternatif-alternatif pemecahan tersebut, hendaknya mengetahui berbagai pendekatan yang dapat digunakan dalam Manajemen Kelas dan juga memahami cara-cara untuk mengatasi setiap masalah sesuai dengan pendekatan masing-masing.
Dengan membandingkan berbagai alternatif pendekatan yang mungkin dapat dipergunakan, seorang guru akan dapat memilih alternatif yang terbaik untuk mengatasi masalah pada situasi yang dihadapinya. Dengan terpilihnya salah satu pendekatan, maka cara-cara mengatasi masalah tersebut juga akan dapat ditetapkan. Dengan demikian, pelaksanaan Manajemen Kelas yang berfungsi untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan.
4)       Monitoring
Hal ini diperlukan, karena akibat perlakuan guru dapat saja mengenai `sasaran, yaitu meniadakan tingkah laku siswa yang menyimpang, tetapi dapat pula tidak berakibat apa-apa atau bahkan mungkin menimbulkan tingkah laku menyimpang berikutnya yang justru lebih jauh menyimpangnya. Langkah monitoring ini pada hakekatnya ditujukan untuk mengkaji akibat dari apa yang telah terjadi.
5)            Memanfaatkan Umpan Balik (Feed-Back)
Hasil Monitoring tersebut, hendaknya dimanfaatkan secara konstruktif, yaitu dengan cara mempergunakannya untuk :
a)        Memperbaiki pengambilan alternatif yang pernah ditetapkan bila kelak menghadapi masalah yang sama pada situasi yang sama.
b)        Dasar dalam melakukan kegiatan Manajemen Kelas berikutnya sebagai tindak lanjut dari kegiatan Manajemen Kelas yang sudah dilakukan sebelumnya.


2.   Rancangan  Manajemen Kelas
Seperti yang telah dikemukakan pada subbab sebelumnya bahwa rancangan merupakan serangkaian kegiatan yang disusun secara sistematis berdasarkan pemikiran yang rasional untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam kaitannya dengan tugas guru, berarti guru menentukan serangkaian kegiatan tentang langkah-langkah pengelolaan kelas yang disusun secara sistematis berdasarkan pemikiran yang rasional untuk tujuan menciptakan kondisi lingkungan pembelajaran bagi siswa yang optimal.
Dalam penyusunan rancangan prosedur pengelolaan kelas dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
a.    Pemahaman terhadap arti, tujuan dan hakikat pengelolaan kelas, akan memberikan arah kepada apa, mengapa dan bagaimana harus berbuat dalam manajemen kelas.
b.   Pemahaman terhadap hakikat siswa yang dihadapinya, maksudnya setiap siswa pada setiap saat, si lingkungan tertentu akan memperlihatkan sikap dan tingkah laku tertentu.
c.    Pemahaman terhadap bentuk penyimpangan serta latar belakang tindakan penyimpangan yang dilakukan oleh siswa, melalui identifikasi masalah penyimpangannya.yang dihadapinya.
d.   Pemahaman terhadap pendekatan-pendekatan yang dapat digunakan dalam manajemen kelas. Pemahaman ini akan menambah kemampuan dalam menyesuaikan pendekatan tertentu dengan masalah penyimpangan yang dilakukan oleh siswa.
e.   Pemilikan pengetahuan dan keterampilan dalam membuat rancangan proseedur manajemen kelas.
      Kelima faktor di atas merupakan hal-hal yang patut dipertimbangkan dalam penyusunan rancangan prosedur pengelolaan kelas. Setelah rancangan prosedur pengelolaan kelas disusun, hal yang penting adalah proses pelaksanaan rancangan tersebut. Peranan dan pengaruh guru menjadi penting, karena di samping kemampuan dan keterampilan guru dalam melaksanakan rencangan tersebut, maka sikap, tingkah laku, kepribadian, serta kemampuan berinteraksi merupakan aspek yang perlu mendapatkan perhatian.
      Proses pengelolaan kelas dimulai dari langkah-langkah sebagai berikut:
a.    Memahami hakikat konsep dan tujuan manajemen kelas.
b.    Menentukan masalahnya, preventif atau kuratif.
c.    Mempertimbangkan hakikat anak yang memiliki tingkat pertumbuhan dan perkembangan sendiri, lalu memperhatikan kenyataan penyimpangan perilaku yang ada.
d.    Menentukan masalahnya, individual atau kelompok.
e.    Menyusun rancangan proseedur pengelolaan kelas, preventif individual atau kelompok.
f.     Menjabarkan langkah-langkah kegiatan rancangan prosedur pengelolaan kelas.
g.    Melaksanakan rancangan yang telah disusun, dimana fungsi dan peranan guru sangat menentukan.
h.    Melaksanakan monitoring untuk mengetahui sejauhmana hasil pemecahan masalah itu dilaksanakan dan ditaati atau telah terjadi perkembangan baru.
i.     Mendapatkan balikan yaitu tahap pelaksanaan yang telah tiba pada penggunaan hasil monitoring untuk melakukan langkah-langkah selanjutnya.
3.    Strategi Pengelolaan Kelas
Pengelolaan kelas yang dilakukan oleh guru akan efektif apabila guru tersebut menguasai strategi pengelolaan kelas. Hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan kelas meliputi:
a.    Pengorganisasian kelas
Pengorganisasian kelas terdiri dari:
1)   Mengatur tempat duduk dalam bentuk letter U/tapal kuda atau lingkaran. Hal ini memudahkan siswa untuk memandang maupun berpindah.
2)   Membuat jadwal harian dan mendiskusikannya setiap pagi apabila ada beberapa perubahan.
3)   Para siswa diberi janji sampai guru benar-benar memaparkan secara jelas kegiatan yang akan datang.
4)   Mendorong siswa untuk bertanggungjawab dalam belajar untuk tidak mengerjakan tugas-tugas siswa lainnya.
5)   Menetapkan kegiatan rutin untuk mengumpulkan pekerjaan rumah, mendistribusikan kertas pekerjaan, dan sebagainya.
6)   Berkeliling di dalam ruangan dan memperhatikan kebutuhan individual.
7)   Mengingatkan siswa tentang prosedur kunci erat kaitannya dengan pelajaran yang akan datang.
8)   Melakukan kompetisi kelompok untuk merangsang transisi yang lebih banyak lagi.
b.    Kegiatan komunikasi
Di dalam strategi komunikasi terdapat sending skills dan receiving skills. Sending sklills berupa keterampilan-keterampilan yang disampaikan kepada siswa, sedangkan receiving skills dalam bentuk keterampilan yang diterimakan kepada siswa.
Sending skills terdiri dari: melakukan perjanjian dengan segera, berbicara langsung dengan siswa, berbicara dengan santun, bertanggungjawab dalam membuat pernyataan melalui kata “saya”, membuat pernyataan daripada membuat pertanyaan.
Receiving skills terdiri dari: tidak menilai apa yang didengar tetapi bersifat empatik, agar membuat pendengar jelas upayakan aktif dan reflektif dalam mendengar, lakukan tatap muka dan selalu memperhatikan informasi nonverbal, sarankan kepemimpinan yang kuat dengan menggunakan gesture, ekspresi wajah dan gerakan badan.
c.    Kegiatan monitoring
Beberapa teknik sangat berguna untuk merespon beberapa gangguan yang terjadi di kelas, diantaranya:
1)   Amati kelas secara periodik.
2)   Tangani secara tenang dan cepat apabila terdapat perilaku siswa yang mengganggu di kelas.
3)   Ingatkan kembali kepada siswa tentang prosedur dan aturan kelas.
4)   Ciptakan agar siswa-siswa patuh terhadap prosedur dan aturan kelas.
5)   Berikan penjelasaan kepada siswa bahwaa akibat gangguan tersebut akan mendapatkan konsekuensi khusus.
6)   Lakukan konsekuensi untuk kelainan perilaku siswa secara konsisten.
7)   Berikan informasi kepada siswa bahwa mereka akan memilih konsekuensi-konsekuensi sesuai perilakunya.
8)   Gunakan konsekuensi yang bernuansa edukatif.
9)   Tatkala terdapat satu atau dua siswa yang mengganggu kelas, upayakan siswa lainnya di kelas tersebut fokus terhadap tugas.
d.    Menyampaikan pembelajaran
Beberapa hal yang harus dilakukan oleh guru dalam kegiatan ini, yaitu:
1)   Libatkan siswa dalam menilai pekerjaannya maupun kegiatan pembelajaran.
2)   Buatlah hand-out, definisi atau petunjuk belajar untuk membantu siswa mengorganisir cara berpikir dan memusatkan perhatian.
3)   Ajukan pertanyaan dan berikan waktu untuk berpikir sebelum disuruh menjawab.
4)   Gunakan berbagai gaya untuk melayani perbedaan individu siswa dalam belajar.
5)   Sediakan tugas-tugas sesuai dengan tingkat kesukarannya agar mampu melayani variasi tingkat kecakapan siswa.
6)   Apabila mungkin bahan pembelajaran sesuaikan dengan kehidupan siswa.
7)   Berikan semangat, ciptakan antisipasi dan lakukan berbagai kegiatan yang mampu meningkatkan minat dan motivasi siswa untuk berpartisipasi dalam belajar.
8)   Libatkan pembelajaran siswa melalui kerjasaama kelompok, kompetisi dalam kelompok, diskusi kelompok, debat dan bermain peran.

C.       Kendala
Berbagai konsep mengenai prosedur, rancangan dan strategi pengelolaan kelas telah dibahas pada subbab sebelumnya. Implementasi dari konsep dan realisasi usaha tersebut bukan merupakan suatu hal yang dapat terwujud begitu saja tanpa ada kendala/rintangan yang akan dijumpai oleh para guru di sekolah. Ini berarti bahwa terdapat sejumlah faktor yang dapat berpengaruh dalam merealisasikan konsep-konsep tersebut.Kendala-kendala yang biasa dijumpai diantaranya:
1. Masih ada guru yang kurang memahami konsep-konsep mengenai prosedur, rancangan dan strategi pengelolaan kelas secara global.
2. Ada beberapa guru yang tidak dapat meningkatkan kesadarannya sendiri sebagai guru. Hal ini mengakibatkan guru tersebut memiliki kepribadian yang kurang disenangi siswa seperti kurang berwibawa, mudah marah, tidak ramah, sehingga pengimplementasian prosedur, rancangan dan pengelolaan kelas yang dilaksanakan tidak tercapai secara maksimal.
3. Guru kurang memahami berbagai pendekatan dalam pengelolaan kelas, sehingga guru tidak dapat memilih pengelolaan yang tepat pada pelaksanaan prosedur pengelolaan kelas.
4. Guru tidak melaksanakan pengelolaan kelas sesuai prosedur, rancangan dan strategi yang telah disusun.
D/      Solusi
Solusi dari berbagai kendala di atas adalah sebagai berikut:
1.    Guru harus selalu memperdalam pengetahuan dan pemahamannya mengenai prosedur, rancangan dan strategi pengelolaan kelas.
2.    Guru harus dapat meningkatkan kesadarannya sendiri sebagai guru. Kepribadian yang dimiliki guru harus disenangi siswa.
3.    Guru harus mendalami konsep-konsep berbagai pendekatan pengelolaan kelas.
4.     Guru harus melaksanakan pengelolaan kelas berdasarkan prosedur, rancangan dan strategi yang telah disusunnya agar pengelolaan kelas berjalan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Badudu, J.S. dan Zaid, S.M. (1996). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Pustaka Sinar Harapan.
Majid, Abdul. (2006). Perencanaan Pembelajaran (Cetakan Kedua). Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Tim Dosen Pengdik. (2009). Pengelolaan Pendidikan. Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya.
(2009). [Online]. Tersedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Strategi[20 Maret 2010]
(2008). [Online]. Tersedia: http://pakdesofa.blog.plasa.com/archives/24[20 Maret 2010]

Pengelolaan Lingkungan  Belajar
Oleh :
Mahendro Sukono

(Disajikan sebagai bahan kuliah di Program Study S1 PGSD Unirow Tuban)

            A.  Pengertian Lingkungan Belajar
            Belajar adalah kegiatan yang memerlukan konsentrasi tinggi. Tempat dan lingkungan belajar yang nyaman memudahkan peserta didik untuk berkonsentrasi. Dengan mempersiapkan lingkungan yang tepat, peserta didik akan mendapatkan hasil yang lebih baik dan dapat menikmati proses belajar yang peserta didik lakukan.
Hutabarat (1986) lingkungan belajar ialah segala sesuatu yang terdapat di tempat belajar. Sedang Nasution (1993), lingkungan belajar yaitu lingkungan alami dan lingkungan sosial. Lingkungan alami seperti keadaan suhu, kelembaban udara, sedangkan lingkungan sosial dapat berwujud manusia dan representatifnya maupun berwujud hal-hal lain. Prestasi belajar itu salah satunya dipengaruhi oleh lingkungan belajar. Menurut Dunn dan Dunn (dalam Mudhofir, 1999) kondisi belajar dapat mempengaruhi konsentrasi, pencerapan, dan penerimaan informasi. Senada dengan hal di atas Rachman (1998/1999) menyatakan lingkungan fisik tembat belajar mempunyai pengaruh penting terhadap hasil pembelajaran. Berdasarkan uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa lingkungan belajar berpengaruh terhadap hasil belajar.
Menata lingkungan belajar pada hakekatnya melakukan pengelolaan lingkungan belajar. Aktivitas pembelajar dalam menata lingkungan belajar lebih terkonsentrasi pada pengelolaan lingkungan belajar di dalam kelas. Oleh karena itu pembelajar/guru dalam melakukan penataan lingkungan belajar di kelas tiada lain melakukan aktivitas pengelolaan kelas atau manajemen kelas (classroom management). Menurut Rianto (2007:1), pengelolaan kelas merupakan upaya pendidik untuk menciptakan dan mengendalikan kondisi belajar serta memulihkannya apabila terjadi gangguan dan/atau penyimpangan, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung secara optimal. Optimalisasi proses pembelajaran menunjukan bahwa keterlaksanaan serangkaian kegiatan pembelajaran (instructional activities) yang sengaja direkayasa oleh pendidik dapat berlangsung secara efektif dan efisien dalam memfasilitasi peserta didik sampai dapat meraih hasil belajar sesuai harapan. Hal ini dimungkinkan, karena berbagai macam bentuk interaksi yang terbangun memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk memperoleh pengalaman belajar (learning experiences) dalam rangka menumbuh-kembangkan kemampuannya (kompetensi), yaitu spiritual, mental: intelektual, emosional, sosial, dan fisik (indera) atau kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Indra Djati Sidi (2005:148–150), menegaskan dalam menata lingkungan belajar di kelas yang menarik minat dan menunjang peserta didik dalam pembelajaran erat kaitannya dengan keadaan lingkungan fisik kelas, pengaturan ruangan, pengelolaan peserta didik dan pemanfaatan sumber belajar, pajangan kelas, dan lain sebagainya.” Oleh karena itu dapat ditegaskan lebih lanjut bahwa secara fisik lingkungan belajar harus menarik dan mampu membangkitkan gairah belajar serta menghadirkan suasana yang nyaman untuk belajar. Kelas belajar harus bersih, tempat duduk ditata sedemikian rupa agar anak bisa melakukan aktivitas belajar dengan bebas. Dinding kelas dicat berwarna sejuk, terpampang gambar-gambar atau foto yang mendukung kegiatan belajar seperti gambar pahlawan, lambang negara, presiden dan wakil presiden, kebersihan lingkungan, famlet narkoba, dan sebagainya.
Salah satu aspek penting keberhasilan dalam proses pembelajaran yang dilakukan oleh pembelajar/guru menurut Muhammad Saroni (2006:81-82), adalah penciptaan kondisi pembelajaran yang efektif. Kondisi pembelajaran efektif adalah kondisi yang benar-benar kondusif, kondisi yang benar-benar sesuai dan mendukung kelancaran serta kelangsungan proses pembelajaran. Indra Djati Sidi (1996) dalam Cope (No. 02 tahun VI Desember 2002 : 36), menegaskan bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran, setiap pembelajar harus dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, suasana interaksi pembelajaran yang hidup, mengembangkan media yang sesuai, memanfaatkan sumber belajar yang sesuai, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi dalam proses pembelajaran, dan lingkungan belajar di kelas yang kondusif. Agar pembelajaran benar-benar kondusif maka pembelajar mempunyai peranan yang sangat penting dalam menciptakan kondisi pembelajaran tersebut. Di antara yang dapat diciptakan pembelajar untuk kondisi tersebut adalah penciptaan lingkungan belajar. Lingkungan belajar menurut Muhammad Saroni (2006:82-84), adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tempat proses pembelajaran dilaksanakan. Lingkungan ini mencakup dua hal utama, yaitu lingkungan fisik dan lingkungan sosial, kedua aspek lingkungan tersebut dalam proses pembelajaran haruslah saling mendukung, sehingga peserta didik merasa kerasan di sekolah dan mau mengikuti proses pembelajaran secara sadar dan bukan karena tekanan ataupun keterpaksaan.
Berbagai penelitian lingkungan belajar di atas dapat bahwa lingkungan belajar merupakan situasi buatan yang menyangkut lingkungan fisik maupun yang menyangkut lingungan sosial. Dengan demikian lingkungan belajar dapat diciptakan sedemikain rupa, sehingga mampu memfasilitasi peserta didik untuk melaksanakan kegiatan belajar. Selanjutanya lingkungan belajar dapat dilihat dari interaksi pembelajaran yang merupakan konteks terjadinya pengalaman belajar, dan dapat berupa lingkungan fisik dan lingkungan non fisik. Menurut I Made Alit Mariana (2005:13), lingkungan belajar dapat merefleksikan ekspektasi yang tinggi untuk kesuksesan seluruh peserta didik. Lingkungan tersebut mengacu pada ruang secara fisik tempat belajar, lingkungan sosial dan psikologi peserta didik yang mendorong belajar, perlakuan dan etika dalam menggunakan makhluk hidup, dan keamanan (dalam area belajar yang berhubungan dengan pembelajaran sains).
Berdasarkan uraian pendapat tentang lingkungan belajar tersebut di atas maka dapat disarikan bahwa lingkungan belajar yang dikelola adalah terutama bagaimana mengemas suasana kelas belajar, kelas belajarnya, dan sumber-sumber belajar yang ada di sekolah ataupun yang dapat diadakan dari dibuat/alam lingkungan sekolah.
Lingkungan belajar dalam hal terutama di kelas adalah sesuatu yang diupayakan atau diciptakan oleh guru agar proses pembelajaran kondusif dapat mencapai tujuan pembelajaran yang semestinya. Lingkungan belajar di kelas sebagai situasi buatan yang berhubungan dengan proses pembelajaran atau konteks terjadinya pengalaman belajar, dapat diklasifikasikan yang menyangkut :
1) lingkungan (keadaan) fisik, dan
2) lingkungan sosial.
     Dengan demikian lingkungan belajar merupakan situasi buatan yang menyangkut lingkungan fisik maupun yang menyangkut lingungan sosial. Lingkungan belajar dapat diciptakan sedemikain rupa, sehingga mampu memfasilitasi peserta didik untuk melaksanakan kegiatan belajar. Selanjutanya lingkungan belajar dapat dilihat dari interaksi dalam proses pembelajaran yang merupakan konteks terjadinya pengalaman belajar, dan dapat berupa lingkungan fisik dan lingkungan non fisik.
Lingkungan fisik. Menurut Muhammad Saroni (2006:82-83), yang intinya bahwa lingkungan fisik adalah lingkungan yang memberi peluang gerak dan segala aspek yang berhubungan dengan upaya penyegaran pikiran bagi peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran yang sangat membosankan. Lingkungan fisik ini meliputi saran prasarana pembelajaran yang dimiliki sekolah seperti lampu, ventilasi, bangku, dan tempat duduk yang sesuai untuk peserta didik, dan lain sebagainya. Hal yang senada Suprayekti (2003:18), juga menegaskan bahwa “lingkungan fisik yaitu lingkungan yang ada di sekitar peserta didik baik itu di kelas, sekolah, atau di luar sekolah yang perlu di optimalkan pegelolaannya agar interaksi belajar mengajar lebih efektif dan efisien. Artinya lingkungan fisik dapat difungsikan sebagai sumber atau tempat belajar yang direncanakan atau dimanfaatkan. Yang termasuk lingkungan fisik tersebut di antanya adalah kelas, laboratorium, tata ruang, situasi fisik yang ada di sekitar kelas, dan sebagainya.”
     Lingkungan sosial, Muhammad Saroni (2006:83), menjelaskan bahwa: ”lingkungan sosial berhubungan dengan pola interaksi antarpersonil yang ada di lingkungan sekolah secara umum. Lingkungan sosial yang baik memungkinkan para peserta didik untuk berinteraksi secara baik, peserta didik dengan peserta didik, guru dengan peserta didik, guru dengan guru, atau guru dengan karyawan, dan peserta didik dengan karyawan, serta secara umum interaksi antar personil. Dan kondisi pembelajaran yang kondusif hanya dapat dicapai jika interaksi sosial ini berlangsung secara baik. Lingkungan sosial yang kondusif dalam hal ini, misalnya adanya keakraban yang proporsional antara guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran.” Oleh karena itu dalam lingkungan sosial kelas hendaknya juga diciptakan sekondusif mungkin, agar suasana kelas dapat digunakan sebagai ajang dialog mendalam dan berpikir kritis yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip manusiawi, empati, dan lain-lain, demokratis serta religius. Selanjutnya lingkungan non fisik/lingkungan sosial dapat dikembangkan fungsinya yaitu untuk menciptakan suasana belajar yang nyaman dan kondusif seperti adanya musik yang digunakan sebagai latar pada saat interaksi proses pembelajaran berlangsung. Musik tersebut digunakan menjadikan suasana belajar terasa santai, peserta didik dapat belajar dan siap terkonsentrasi.
     Beberapa uraian di atas maka dapat dipertegas bahwa lingkungan sosial kelas adalah upaya penciptaan suasana belajar atau suasana kelas belajar sehingga interaksi di dalam kelas kondusif. Di mana suasana kelas belajar berlangsung santai bermakna, demokratis, adil, religius, dan peserta didik dapat belajar dan siap untuk berkonsentrasi. Di samping itu ketika peserta didik sedang bekerja /mengerjakan suatu masalah dapat diputarkan musik belajar.
     Dalam hal ini tugas guru menurut Mulyasa (2006:210&218), adalah ”memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai, juga selain menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hapalan tetapi juga menciptakan dan mengatur lingkungan belajar terutama di kelas, dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik belajar.” Oleh karena itu peran pembelajar harus bisa membiasakan pengaturan peran serta/ tanggung jawab tiap peserta didik terhadap terciptanya lingkungan fisik kelas yang diharapkan dan suasana lingkungan sosial kelas yang menjadikan proses pembelajaran bagi tiap peserta didik menjadi bermakna. Dengan terciptanya tanggung jawab bersama antara peserta didik dan pembelajar maka kebersaman akan terbentuk sehingga hal (lingkungan belajar) untuk menjadikan pembelajaran berenergi menjadi tuntutan tiap peserta didik. Hal yang menjadikan pembelajaran berenergi adalah tanggung jawab bersama tiap peserta didik.

B.   Lingkungan Belajar
       1. Lingkungan rumah
            Lingkungan rumah terutama orang tua, memegang peranan penting serta menjadi guru bagi anak dalam mengenal dunianya. Orang tua adalah pengasuh, pendidik dan membantu proses sosialisasi anak. Utami Munandar (1999) mengatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua, maka semakin baik prestasi anak. Termasuk juga sejauh mana keluarga mampu menyediakan fasilitas tertentu untuk anak (televisi, internet, dan buku bacaan).
            Lingkungan belajar di rumah mempunyai pengaruh besar terhadap kegiatan belajar anak di rumah, yang pada akhirnya mempengaruhi prestasi belajar anak di sekolah. Lingkungan belajar menurut Pidarta (1995) adalah benda-benda disekitar tempat belajar itu yang teratur rapi dan sedap dipandang serta lengkap peralatan belajarnya.
            Dengan demikian lingkungan belajar yang perlu diperhatikan itu adalah ruangan belajar, cahaya penerangan, ventilasi, suhu udara, perabotan belajar, kebisingan, kursi, meja, perabotan, musik, tanaman, gambar. Karena lingkungan belajar mempunyai dampak terhadap prestasi belajar, maka De Porter (2001) menyarankan ciptakan lingkungan belajar yang optimal.
1)
   Ruang belajar
Pada umumnya anak-anak tidak mempunyai ruangan belajar khusus, yaitu suatu ruangan belajar milik pribadi anak, sehingga kegiatan belajar biasanya dilaksanakan di ruang keluarga atau di ruang tidur anak. The Liang Gie (1994) “kalau ruang studi khusus tidak dapat disediakan, maka ruang tidur dapat juga dipakai untuk keperluan studi sekaligus”.
Sebaiknya anak-anak mempunyai ruang belajar khusus walaupun tidak bagus, karena dengan memiliki ruang belajar pribadi peralatan belajar anak akan lebih aman dan tidak diganggu orang lain. Dengan memiliki ruang belajar pribadi anak akan merasa bangga, sebagaimana dinyatakan oleh Semiawan (2002) ” suatu ruang atau pojok yang nyaman dan strategis, meskipun dengan meja dan kursi yang sederhana yang khusus kepunyaan anak, akan sangat menjadikannya merasa memilikinya” Di samping anak merasa memiliki dengan ruang belajarnya, di ruang ini anak dapat belajar lebih leluasa untuk menambah pengetahuan lain yang disukai. Semiawan (2002) mengungkapkan “di tempat ini ia dapat melepaskan dirinya secara bebas dalam menjelajahi khazanah ilmu pengetahuan, apalagi kalau diserta rak buku yang rapi”
Agar anak dapat belajar lebih baik Slameto (1995) mempertegas bahwa (1) rungan belajar harus bersih, tak ada bau-bauan yang mengganggu konsentrasi pikiran, (2) ruangan cukup terang, tidak gelap yang dapat mengganggu mata, (3) cukup sarana yang diperlukan untuk belajar, misalnya alat pelajaran, buku-buku, dan sebagainya.
2)   Penerangan
Ruang belajar harus mendapat cahaya baik cahaya mata hari mupun cahaya dari lampu listrik. Cahaya sangat penting bagi kegiatan belajar, dengan cahaya kita dapat membaca dan menulis dengan jelas. De Porter (2001) menyatakan, ruangan anda harus mendapatkan cukup cahaya supaya mata anda tidak cepat lelah.
Cahaya mata hari hendaknya datang dari sebelah kiri agak kebelakang maksudnya agar apa yang kita tulis dan kita baca tidak gelap karena terhalang oleh tangan kita dan agak kebelakang agar tidak menyilaukan. Sebagaimana yang disarankan The Liang Gie (1994) cahaya yang berasal dari mata hari hendaknya diusahakan agar datang dari arah kiri agak ke belakang. Pendapat senada dikemukakan oleh Rachman (1999) dalam mengatur cahaya penerangan mestinya harus datang dari sebelah kiri agar tidak menyilaukan.
Sedang pendapat lain tidak mempersoalkan dari mana arah cahaya penerangan yang penting tidak langsung berhadapan dengan mata, hal ini dikemukakan Sudarmanto (1995) “arah sinar tidak langsung bernadapan dengan mata akan lebih nyaman dari pada langsung”.
Bagi orang tua yang menggunakan penerangan dari listrik ada bermacam-macam model lampu untuk pencahayaan. The Liang Gie (1994) memberi alternatif model pencahayaan lampu dari listrik. Penerangan taklangsung, penerangan ini terjadi dari cahaya yang dipantulkan dari langit-langit dan dinding kamar studi, sedang sumber cahaya itu sendiri tidak terlihat. Penerangan setengah taklangsung, penerangan ini untuk sebagian datang dari pemantulan cahaya seperti pada penerangan taklangsung tersebut di atas dan untuk sebagian dengan melewati selubung kaca yang berwarna putih susu.
Penerangan setengah langsung, penerangan ini terjadi dari cahaya lampu yang memancar ke segenap jurusan dengan melewati selubung kaca yang berwarna putih susu. Penerangan langsung, penerangan ini memancar langsung dari lampu ke permukaan buku tanpa melewati apa-apa.
Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa ruangan belajar harus terang, hal ini berhubungan dengan besarnya watt lampu yang digunakan. Mengenai besarnya watt The Liang Gie (1994) memberi alternatif yang dapat digunakan sebagai pertimbangan sebagai yaitu lampu meja 40 watt sampai 60 watt sudah sangat terang. Lampu di atas yang memancarkan penerangan tak langsung dapat kiranya memakai 75 watt sampai 100 watt.
Pencahayaan yang baik di ruangan belajar akan membuat anak lebih bersemangat dalam belajar. Menurut Stainback (1999) yang dimaksud pencahayaan yang baik ialah mengurangi sinar yang menyilaukan, hal ini akibat dari penyinaran langsung sehingga ada bagian ruangan yang terang dan sebagian lagi redup
Karena penerangan atau pencahayaan ini memerlukan dana yang tidak sedikit, tentu harus disesuaikan dengan kemampuan kita masing-masing. De Porter (2001) menyarankan karena pencahayaan ini termasuk biaya yang mahal, mungkin anda memperhatikan pelbagai pilihan.
3)  Ventilasi dan suhu udara
Ventilasi atau pertukaran udara merupakan hal penting dalam ruang belajar. Ventilasi dapat menjadikan udara di ruangan menjadi bersih dan segar. Ruangan belajar dengan udara yang bersih dan segar akan menjadi pendukung kegiatan belajar yang nyaman. Sebagaimana Rachman(1998/1999) mengatakan “suhu, ventilasi dan penerangan adalah aset penting untuk teriptanya belajar yang nyaman”. Pertukaran udara dapat melalui jendela maupun lubang ventilasi.
Suhu udara di ruangan belajar yang ber AC akan mudah disesuaikan dengan yang kita kehendaki, namun bagi kebanyakan orang suhu dapat diatur melalui jendela, yaitu bila panas jendela dibuka dan bila dingin jendela ditutup. Mengenai suhu yang nyaman dan sejuk untuk belajar Sudarmanto (1995) menyatakan.Suhu kamar yang enak adalah 24/25 Celcius (70 Fahrenheit). Jika udara terlampau panas akan membuat badan lekas capai dan mengantuk, tetapi bila terlampau dingin menimbulkan rasa malas dan gangguan kesehatan. Akibat gangguan-gangguan itu, pikiran tidak dapat berkonsentrasi karena gangguan-gangguan itu.
Mengenai dampak dari udara yang segar, nyaman dan sejuk terhadap prestasi belajar, Nasution (1993) menyatakan keadaan udara yang segar akan lebih baik hasilnya dari pada belajar dalam keadaan udara yang panas dan pengap.
4)    Kebisingan
Tempat belajar sebaiknya tenang tidak banyak gangguan suara bising dan gaduh. Suara bising dan gaduh dapat mengganggu konsentrasi belajar. Slameto (1995) “Rumah yang bising dengan suara radio, tape recorder atau TV pada waktu belajar, juga mengganggu belajar anak, terutama untuk konsentrasi. Hal senada dikemukakan Sudarmanto (1995) suara-suara gaduh-radio, TV- membuat perhatian tidak sepenuhnya pada bahan yang dipelajari.
Reaksi seseorang berbeda-beda terhadap pengaruh lingkungan, ada yang terganggu dengan suara-suara bising di sekitarnya, ada yang tidak menurut Dunn dan Dunn (dalam Mudhofir, (1999) seperti pengaruh kondisi lingkungan tempat belajar terhadap seseorang dapat mengakibatkan reaksi yang berbeda-beda. Ada anak – anak lebih suka (comfortable) belajar sambil mendengarkan musik dari radio atau tape corder di sampingnya, dengan volume yang besar.
Walaupun reaksi setiap individu berbeda-beda Sudarmanto (1995) mengingatkan bahwa energi yang dikeluarkan akan lebih banyak karena perhatian terbagi dua.
5)     Perabotan belajar
Perabotan yang disediakan dan ditata dengan baik sangat mendukung terhadap hasil belajar. Mengenai jumlah dan jenis perabotan belajar beberapa ahli mengemukakan berbeda-beda, namun pada intinya sama yaitu peralatan yang menunjang belajar. The Liang Gie (1994) perabotan belajar yaitu meja studi, kursi belajar, dan lemari buku serta kemungkinan perabot mebel lainnya yang diperlukan untuk studi khusus, misalnya meja gambar. Sedangkan Djamarah (2002) Fasilitas dan perabot belajar yang dimaksud tentu saja berhubungan dengan masalah materil berupa kertas buku catatan, meja dan kursi belajar, mesin ketik, kertas karbon, dan sebagainya. Sedang menurut Stainback (1999) perabotan pada lingkup belajar meliputi kursi dan bangku.Adapun perabotan belajar yang umunya ada dan diperlukan dalam ruang belajar untuk usia anak sekolah dasar seperti, kursi, meja belajar, almari dan rak buku.
6)      Kursi dan meja belajar
Agar kegiatan belajar berlangsung dengan penuh konsentrasi, di ruang belajar harus ada kursi dan meja belajar untuk anak-anak. Banyak model kursi dan meja belajar yang sering kita jumpai. Karena usia anak sekolah dasar masih dalam pertumbuhan dan perkembangan seyogyanya kalau orang tua menyediakan kursi belajar dengan memperhatikan faktor pertumbuhan dan kesehatan. Dalam hal ini Sudarmanto (1995) memberi saran agar kursi untuk belajar harus dapat menampung punggung tegak. Tempat duduk yang nyaman membuat anak kerasan dan memiliki mood untuk belajar” Lebih lanjut De Porter (2001) menambahkan kursi-kursi diberi bantalan (jok) supaya lebih nyaman. Mengenai ketinggian kursi Stainback (1999) menyarankan, ketinggian kursi harus memungkinkan kaki anak anda menginjak lantai.
Sedang mengenai meja belajar The Liang Gie (1994) lebih menyoroti dari sisi bentuk meja yang digunakan untuk belajar hendaknya meja memenuhi persyaratan sebagai berikut:
 Meja itu tidak tertutup seluruhnya dari permukaan sampai lantai.
 Permukaan meja hendaknya rata dan tidak berwarna gelap atau berkilat-
    kilat.
 Luas meja tidak terlalu berlebih-lebihan. Meja berukuran 100 kali 70 cm
                                  kiranya sudah cukup.
 Tinggi meja hendaknya disesuaikan dengan tinggi badan.
     Untuk lebih meningkatkan konsentrasi dan menghindari belajar yang terputus-putus akibat mencari alat tulis maka meja belajar seharusnya bersih.
Lebih lanjut Slameto (1995) menambahkan “meja tulis harus bersih dan jangan penuh dengan barang-barang yang tak diperlukan. Sedang mengenai meja belajar Stainback (1999) menyarankan meja atau bangku harus cukup untuk meletakkan semua perlengkapan belajar yang dibutuhkan.
7)      Almari dan rak buku
                                    Almari dan rak buku merupakan perabotan yang dapat menunjang kegiatan belajar. Fungsi dari almari dan rak buku adalah untuk menyimpan buku-buku sebagaimana The Liang Gie (1994) semua bacaan hendaknya disimpan dalam rak buku kecil di sisi meja studinya atau di atasnya dengan menempel pada tembok. Kalau jumlah bacaan itu sudah cukup banyak, sebaiknya disimpan dalam almari buku yang memakai pintu kaca. Dengan demikian pintu kaca semua bahan bacaan itu dapat terlihat dan sewaktu diperlukan dapat diambil.

8)
     Perlengkapan belajar
Dengan tersedianya perlengkapan belajar seseorang dalam belajar tidak begitu mengalami kesulitan bila memerlukan peralatan. Menurut The Liang Gie (1995) perlengkapan studi merupakan faktor kebendaan. Kalau perlengkapan studi tidak ada manfaatnya, sebaiknya perlengkapan itu tidak dipakai saja.
Perlengkapan belajar banyak ragamnya seperti balpoint, karet penghapus, buku tulis, buku notes, pensil, pengaris, dan sebagainya. Orang tua dalam menyediakan perlengkapan belajar untuk anak-anaknya hendaknya menyesuaikan dengan kepentingan dan fungsi dari perlengkapan itu, artinya tidak selalu mengabulkan apa yang diminta, dan ada hubungannya dengan pelajaran. Sebab ada kalanya perlengkapan yang kurang bermanfaat justru mengganggu konsentrasi belajar.
9)     Tanaman dan pohon pelindung
                 Tanaman dan pohon pelindung bila kita pelihara dengan baik akan bermanfaat bagi manusia terutama dapat membuat lingkungan belajar menjadi sejuk dan nyaman. Oleh karena itu pohon pelindung harus ditanam dan diatur agar memenuhi fungsinya yaitu untuk keindahan, penyejuk, menghasilkan oksigen, melindungi sengatan mata hari. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Pidarta di Australia (1995) tentang manfaat pohon-pohon pelindung, yang sengaja diatur agar memenuhi fungsinya.
                 Sedangkan De Porter (2001) mengatakan untuk mengubah situasi belajar yang nyaman, temperatur yang sejuk, dan memperbaiki pencahayaan, maka perlu memasukkan tanaman pada lingkungan belajar peserta didik.
Dari dua pendapat tersebut di atas, memperlihatkan bahwa penekanan yang sama pada fungsi tanaman dan pohon pelindung yaitu bahwa tanaman dan pohon pelindng dalam lingkungan belajar akan membuat lingkungan belajar sejuk dan nyaman.
2. Lingkungan sekolah
Dalam proses pembelajaran, pengajar tidak lagi hanya mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi peserta didik sendiri yang harus membangun pengetahuannya (knowledge is constructed by human). Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap diterima dan diingat oleh peserta didik. Peserta didik harus mengonstruksi pengetahuannya sendiri dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Peserta didik perlu dibiasakan untuk memunculkan ide-ide baru, memecahkan masalah, dan menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya serta menciptakan dirinya menjadi diri sendiri (learning to be).
Belajar adalah merupakan proses aktif untuk membangunkan pengetahuan, dalam ide-ide konstruktif, biarkan peserta didik mengonstruksi sendiri pengetahuannya. Hal ini sejalan dengan esensi konstruktivisme bahwa peserta didik harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain. Apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Melihat konsep dasar tersebut, pembelajaran saat ini setidaknya menggeser paradigma dari pembelajaran yang berdasar kacamata pengajar menjadi pembelajaran yang berdasarkan kacamata peserta didik.
Pengajaran merupakan suatu proses membangunkan pengetahuan dan mengkomunikasikan pengetahuan. Artinya, saat ini bukan bagaimana pengajar mengajar, tetapi bagaimana agar peserta didik dapat belajar. Pengertian belajar, menurut konstruktivisme, adalah perubahan proses mengonstruksi pengetahuan berdasarkan pengalaman nyata yang dialami peserta didik sebagai hasil interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Pengetahuan yang mereka peroleh sebagai hasil interpretasi pengalaman yang disusun dalam pikirannya. Berpikir reflektif ini menjadi dasar proses konseptualisasi di dalam memahami dan mengaplikasikan pengalaman yang didapat pada situasi dan kontek yang lain. Secara psikologis, tugas dan wewenang pembelajar adalah mengetahui karakteristik peserta didik, memotivasi belajar, menyajikan bahan ajar, memilih metode belajar, dan mengatur kelas.
Menurut Ormrod (2006) untuk menciptakan peserta didik belajar maka perlu diciptakan lingkungan sekolah yang baik adalah lingkungan yang nyaman sehingga anak terdorong untuk belajar peserta didik berprestasi serta membangun pengetahuannya sendiri. Ada beberapa karakteristik lingkungan sekolah yang nyaman sebagai tempat belajar (Burstyn & Stevens dalam Ormrod, 2006), yaitu:
1)      Sekolah mempunyai komitmen untuk mendukung semua usaha peserta didik agar sukses baik dalam bidang akademik maupun sosial.
2)      Adanya kurikulum yang menantang dan terarah.
3)      Adanya perhatian dan kepercayaan peserta didik serta orang tua terhadap sekolah.
4)      Adanya ketulusan dan keadilan bagi semua peserta didik, baik untuk peserta didik dengan latar belakang keluarga yang berbeda, beda ras maupun etnik.
5)      Adanya kebijakan dan peraturan sekolah yang jelas. Misalnya panduan perilaku yang baik, konsekuensi yang konsisten, penjelasan yang jelas, kesempatan menjalin interaksi sosial serta kemampuan menyelesaikan masalah.
6)      Adanya partisipasi peserta didik dalam pembuatan kebijakan sekolah.
7)      Adanya mekanisme tertentu sehingga peserta didik dapat menyampaikan pendapatnya secara terbuka tanpa rasa takut.
8)      Mempunyai tujuan untuk meningkatkan perilaku prososial seperti berbagi informasi, membantu dan bekerja sama.
9)      Membangun kerja sama dengan komunitas keluarga dan masyarakat.
10)  Mengadakan kegiatan untuk mendiskusikan isu-isu menarik dan spesial yang berkaitan dengan peserta didik.
Sedangkan di kelas, sebaiknya kelas cukup besar dengan jumlah peserta didik yang tidak terlalu banyak sehingga guru dapat memonitor setiap peserta didik. Kelas yang baik dan produktif adalah kelas yang nyaman secara tata ruang, memunculkan motivasi internal peserta didik untuk belajar, kegiatan guru yang terarah serta kegiatan monitor terhadap peserta didik (Gage & Berliner, 1992)


Daftar Literatur/Referensi
1. Wragg. E.C. 2004. Manajemen Kelas. Jakarta: Grasindo.
2. Rachaman, Maman. 1988/1989. Manajemen Kelas. Jakarta: Depdikbud.
3. Hadi, A.Soedama. 2005. Pengelolaan Kelas. Solo: UNS.